Bertahan di tengah badai pandemi

Sama seperti seluruh manusia di muka bumi, saya ga pernah berfikir akan mengalami hidup ditengah kejamnya pandemi. Yang awalnya hanya nonton...


Sama seperti seluruh manusia di muka bumi, saya ga pernah berfikir akan mengalami hidup ditengah kejamnya pandemi. Yang awalnya hanya nonton di film, sekarang jadi kenyataan. Jujur, Pandemi ini merubah banyak hal di hidup saya, banyak sekali.

Hingga hari ini kelurahan tempat tinggal saya masih dalam zona merah (bila dicek dari aplikasi PeduliLindungi). Hampir 8 bulan lamanya kami bisa dikatakan mengurung diri. Kebiasaan kami nyaris berubah, saya benar-benar kerja di dalam rumah, sedangkan suami yang juga rutin dapat jadwal WFH masih diharuskan bekerja walau tidak full seminggu penuh dari kantor.

Awalnya sangat stress. Bukan, bukan karena stress tidak bisa keluar rumah, introvert seperti saya malah tidak akan keberatan bila diharuskan berlama-lama didalam rumah, tetapi stress karena begitu berdinamikanya cara masyarakat Indonesia menghadapi pandemi. Disatu sisi melihat berita online banyak sekali yang keluar rumah tanpa masker, tidak mematuhi protokol kesehatan bahkan kumpul-kumpul dengan santainya, tapi disisi lain hampir setiap hari melihat berita duka cita korban kembali berjatuhan. 

jadi kapan semua ini selesai ? 

Banyak sekali kata "bagaimana jika", "ga kebayang bila..", dan kata-kata pengandaian lainnya yang bikin otak berfikir keras dan hati berkecamuk tak karuan. Tapi sungguh nalar manusia takkan mampu menerobos langit untuk mengetahui rencana Sang pencipta segalanya. 

Ibarat badai, pandemi ini adalah angin yang meluluh lantakan segalanya. Yang kuat akan bertahan, yang lemah akan terhempas kalah. Tetapi yang berlindung ditempat yang aman, hanya dapat menunggu hingga badai reda. Seraya berdoa agar dilindungi dari hempasan angin dan badai ini segera berlalu.

Pandemi ini sungguh merubah segalanya..

Jalan utama di depan kompleks rumah kami adalah perlintasan dari Ambulance rumah sakit rujukan menuju ke pemakaman khusus korban covid-19. Pernah suatu hari ketika pulang dari pasar tradisional kami berpapasan dengan ambulance ini, jangan ditanya rasanya seperti apa. Berkecamuk setengah mati. Konon katanya ambulans ini bolak balik beberapa kali dalam sehari.

Pandemi ini mengajarkan saya betapa pentingnya menghargai waktu dan kebersamaan. Dengan atau tanpa pandemi, anak-anak akan beranjak dewasa, menjalani hidupnya sendiri, dan meninggalkan ayah dan ibu berdua saja dalam kesendirian. Menikmati hari tua seraya berdoa semoga anak-anak mengunjungi kami di weekend ini. Karna ada pandemi, saya semakin tak mau kehilangan moment, saya peluk suami dan anak-anak saya sesering yang saya bisa, saya menikmati betapa saat ini anak-anak masih sangat membutuhkan saya, ketika ingin minum susu, ketika ingin tidur, atau sekedar mencari pembelaan ketika sedang berebut mainan.

Kembali lagi, kata pengandaian hadir dalam pikiran saya..

Seluruh rencana liburan kami gagal total. Yang awalnya berencana mengunjungi sahabat dan keluarga di pulau bangka, harus diundur hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan. Yang awalnya ingin sekali mengajak papa dan mama mertua berlibur ke luar pulau, juga harus ditunda entah sampai kapan. 

Kami juga kehilangan quality time yang biasa kami lakukan diakhir pekan. Biasanya kami merencanakan staycation sambil mengajak anak-anak berenang, atau ke mall sekedar untuk belanja mingguan dan makan siang bersama. Semua itu diganti dengan leyeh-leyeh di ruang tengah rumah kami sambil menonton video Badanamu ataupun melukis dengan edible paint yang saya dapatkan resepnya dari internet.

Kami termasuk beruntung, karena pandemi ini tidak terlalu berdampak signifikan pada pendapatan kami. Tapi ketika tau banyak yang harus kehilangan pekerjaan, rasanya sedih sekali. Entah kapan ini akan berakhir.

Disisi lain, 

Pandemi ini juga memberikan pengaruh positif, setidaknya untukku pribadi.

Karena Pandemi ini, kami menikmati semua momen bersama anak-anak. Suami lebih banyak dirumah dan bermain bersama mereka. Kami berusaha sebaik mungkin untuk mendekatkan diri pada Maha pencipta lagi Maha pelindung. Semoga kiranya Rabb yang maha tinggi selalu melindungi Orang tua kami, anak-anak kami, diri kami, dari keluarga kami dari pandemi ini. 

Banyak sekali hal menyenangkan yang Saya lakukan bersama suami. Cardio berdua di ruang tengah hanya dengan menonton tutorial youtube, lalu anak-anak sibuk minta gendong. Kalo sudah begitu bubaaaar lah acara olahraga bersama 😂 Kami menikmati waktu berkebun dihalaman depan rumah kami yang sangat terbatas, mensyukuri setiap semaian yang berhasil berkecambah dan setiap bunga bakal buah. Sesederhana itu. Walau masih jauh dari bisa menciptakan mandiri pangan, tapi 3 butir cabai yang kami petik di hari ini pun sudah membuat kami bahagia. 

Pandemi ini membatasi ruang, tapi juga menciptakan bahagia. Bukan, egois rasanya bila bicara seperti itu. Lebih tepatnya pandemi ini memaksa kami untuk menciptakan bahagia kami sendiri. 

Pandemi ini mengingatkan kita, sudah saatnya kita kembali ke titik kesetimbangan, kembali kepada jalur yang lurus, berserah dan memohon ampun. Mungkin terlalu banyak kejahatan yang kita lakukan pada bumi, hingga Ia mencari cara untuk kembali ke titik kesetimbangannya sendiri.

Semoga kita semua sehat selalu, Mempu bertahan di tengah badai pandemi, 
dan semoga pandemi ini segera berlalu.

You Might Also Like

0 komentar