Menanam Makanan

"aku kangen liburan deh..pengen liat yang ijo-ijo" "ah ga mesti liburan, buka aja insta story.." "Tau apa profesi ...


"aku kangen liburan deh..pengen liat yang ijo-ijo"

"ah ga mesti liburan, buka aja insta story.."


"Tau apa profesi baru yang banyak muncul dimasa pandemi kaya sekarang ini ? Petani Urban"

Kalimat-kalimat di atas aku lihat di akun lelucon di instagram, mungkin semacam kalimat sindiran atau penggambaran dari reaksi dari banyak bermunculannya petani urban dadakan dimasa pandemi ini. Mungkin aku salah satunya. Tapi sebenarnya aku ga begitu setuju kalo dibilang terbawa arus, karena cita-cita pengen berkebun dirumah sendiri itu udah ada ketika suami masih berstatus pacar, ketika masih numpang nyemai cabe di pot dinding rumah ibu, dan ketika masih menempati kontrakan sepetak di Bangka Belitung demi mendampingi suami mencari rezeki di kampung orang. Alhamdulillah sekarang kami sudah tinggal dirumah sendiri, dan ada lahan kecil yang bisa aku manfaatkan. Jadi bukan sesuatu yang dadakan, kebetulan aja momennya berbarengan.

Apalagi ketika aku membaca artikel tentang anjuran pemerintah untuk berkebun di pekarangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dimasa pandemi. Wah, rasanya seneng banget. Ternyata hobi yang aku tekuni ga sia-sia. Selain nyegerin mata melihat ijo royo-royo tapi juga bermanfaat buat keluarga.

Berkebun memberikan banyak sekali manfaat buatku, ketika sedang penat bahkan ketika sedang sibuk memasak, aku terkadang secara otomatis keluar rumah sekedar untuk melihat kangkung-kangkungku yang tertata rapi, segar sekali, walau hanya 1 sampai 3 menit memandangi 'mereka' rasanya otakku sudah fresh kembali. Kalau sudah begitu, lalu aku lanjut melakukan kegiatan yang aku lakukan sebelumnya, tentu saja dengan perasaan bahagia. Sesimple itu, sahabat.

Panen adalah hal yang sangat menyenangkan buat tukang kebun amatiran sepertiku, walaupun hasil panennya sangat sedikit alias ga bisa memenuhi kebutuhan dapur sehari-hari, tapi rasanya bisa menikmati hasil dari apa yang aku rawat selama ini tuh bahagia banget. Ibarat ngerawat anak dari dalem perut, terus tumbuh jadi seorang Professor Ekonomi yang sholeh dan rendah Hati. Lebay. Tapi jujur sensasinya sama. 

Hasil panen kemarin, cuma beberapa biji jeruk calamansi, cabai yang belum matang sempurna (karena empunya sudah ga sabar untuk panen) dan kemangi

Setelah kujalani, berkebun tidak segampang itu. Karna tanaman sama saja seperti manusia, disayang - sayang, ditreatment sama dengan yang lain, dikasih "makanan" yang sama, Tapi ada yang gendut, kurus, bandel, ngambekan, sehat wal afiat, dan lain-lain. 

The day you plant the seed is not the day you eat the fruit

Dengan berkebun aku belajar lagi tentang bersabar, berproses dan bertumbuh. Ga ada yang instan. Dengan ini, aku ikut tumbuh bersama tanaman-tanamanku dan dengan berkebun juga aku belajar nrimo dengan apa yang Allah Subhanahuwat'ala tentukan. Adakalanya tanaman yang aku rawat dengan baik tidak tumbuh sesuai keinginanku. Etiolasi, gagal tumbuh, busuk akar karna terlalu semangat menyiram, dan hal-hal lain yang diluar batas kemampuanku. Semua ini membuatku sabar, "tidak apa, kita semai lagi dari awal".

Aku menikmati sekali berkotor-kotor dengan tanah, semacam terapi sederhana yang bisa membuatku tetap waras, walaupun 85% dari diriku adalah seorang introvert tapi terkadang rasa jenuh tetap muncul setelah mengurung diri berbulan-bulan di dalam rumah. Aku pun sangat menunggu-nunggu waktu saat aku bisa menyiram tanamanku, di pagi hari aku sangat suka mengintip di balik jendela kamar sekedar untuk memastikan anak-anak hijauku baik-baik saja. Karena aku sangat menikmati saat menyiram tanaman, rasa-rasanya metode hydroponic tidak cocok untukku.

Lagipula, saat-saat menyiram dan menyemai tanaman adalah salah satu quality time yang aku lakukan bersama anak sulungku, mengajarinya menghargai alam, menghargai bahan makanan yang ibunya tanam, dan belajar bersyukur atas rezeki dan karunia yang Allah Subhanahuwata'ala selalu berikan.



Beberapa bulan intens berkebun setiap hari, membuatku semakin menghargai alam sekitar. Menghargai keberadaan cacing tanah yang menghasilkan vermicompost - pupuk terbaik di dunia, mensyukuri adanya sinar matahari, semakin mencintai hujan, dan belajar tentang hidup berkelanjutan. Memang tentang metode hidup berkelanjutan atau sustainable lifestyle ini masih sangat minim aku lakukan, tapi sedikit demi sedikit sudah kumulai. Diantaranya dengan mengolah sampah organik rumah tangga menjadi kompos untuk tanaman-tanamanku, membuat POC atau pupuk organik cair dari sampah kulit bawang, dan membuat pupuk dari cangkang telur bekas sampah rumah tangga. InsyaAllah nanti aku ceritakan disini ya :)

Buat yang mau liat jurnal berkebunku, monggo diintip cerita berkebunku di instagram @kebunminirumahnaufal yah. Selamat berkebun semuanya !



You Might Also Like

0 komentar